Beni Lestari, bagi teman-teman mungkin
itu nama yang cukup aneh untuk seorang perempuan, tapi memang inilah nama saya
sejak lahir, saya tidak pernah mempermasalahkan hal ini, karena keyakinan akan
sebuah makna dan harapan besar yang terkandung dalam nama pemberian simbah dan
orang tua saya ini. Saya biasa dipanggil beni sejak kecil, saya lahir dan
dibesarkan di dukuh Bulusari, desa Sidomulyo. Sebuah desa kecil yang terletak
di Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah; sekitar dua jam dari Yogyakarta. Saya
lahir dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana, bapak dan ibu hanya lulusan
SD dan SMP. Namun bagi saya merekalah guru kehidupan dan sumber motivasi yang
tak pernah padam. Sangat beruntung sekali saya mempunyai keluarga yang
menjadi sumber inspirasi untuk terus mengembangkan diri tanpa letih dan selalu
mencontohkan karakter kegigihan dan kerja keras dalam setiap aktivitas yang
mereka lakukan, juga tidak lupa agar selalu bersyukur atas segala nikmat dan
rezeki yang Allah berikan. Jadi merekalah yang menjadi penyemangatku, merekalah
teladanku!!.
Kala tubuh seolah jenuh dengan segala aktivitas,
bayangan akan rona wajah ibu tercinta yang tak pernah kenal lelah mengatur
segala urusan rumah tangga seolah mengenyahkan segala alasan untuk menyerah. Ibu
yang selalu bisa menguatkan saya, menyemangati, mendoakan, memberikan
nasehat-nasehat yang membangun, dan mencurahkan tak terhitung kasih sayang
kepada anak-anaknya. Saat badan terasa lelah berusaha dan hati seakan
kehabisan asa, membayangkan senyum di wajah bapak setelah seharian bekerja
keras membuat hati ini kembali bersemangat. Bapak
yang selalu bisa menjadi pelindung dalam setiap langkah, menjadi tempat
berbagi, berdiskusi dan memberikan nasihat terbaiknya. Tanpa
mereka saya bukan siapa-siapa. Saya merasa sangat beruntung dilahirkan dari
keluarga sederhana namun penuh kasih sayang. Betapa bersyukurnya hati ini masih
diberi kelengkapan sebuah keluarga yang hangat.
Masa TK dan SD, saya habiskan disekolah
yang terletak didesa tempat saya tinggal. Masa TK saya habiskan di TK Marsudi
Siwi dan SD di SDN 1 Sidomulyo. Masa SD berjalan dengan lancar, ketika naik
tingkat dari kelas 1 sampai 6, nilai-nilai pelajaran hampir selalu merangkak naik.
Namun tak banyak pengalaman keluar yang saya dapatkan, maklum saja sekolah
didesa. Suatu kali pernah saya diminta mewakili sekolah dalam beberapa lomba,
meskipun hanya berhasil menjuarai dua perlombaan yaitu juara 3 lomba olimpiade
Matematika dan juara 1 Lomba Sinopis, itupun hanya ditingkat kecamatan. Kecil memang,
namun itu cukup membuat saya bangga bisa bersekolah di SD ini. Singkat cerita
Alhamdulillah saya berhasil lulus dari SD SIDOMULYO 1 dengan predikat rangking
1, meskipun saat itu angkatanku hanya berjumlah 17 murid saja.
Setelah lulus SD, yang ada dibenak
hanyalah melanjutkan ke SMP ditingkat kecamatan. Tetapi orang tua dan guru-guru
mendorong saya agar melanjutkan ke SMP ditingkat Kabupaten/Kota saja, karena
sistem pendidikannya yang lebih baik. Pertama mendengar nasihat itu, saya
menolaknya, saya merasa minder bila harus bergaul dengan anak-anak yang pasti jauh
lebih apapun dibanding dengan anak desa seperti saya. Namun setelah diyakinkan,
sayapun menuruti nasihat itu. Setelah mengikuti tes masuk, ternyata Allah
mengijinkan saya untuk menimba ilmu disekolah ini. Perjalanan SMP terlalui
dengan biasa-biasa saja, tidak ada prestasi yang menonjol yang saya raih, hanya
pernah menjadi peringkat 3 dikelas. Semasa SMP sayapun hanya sekolah, dan
kemudian pulang membantu orang tua dirumah. Karena orang tua saya mempunyai
usaha Keripik Tempe dirumah, sayapun sadar saya tidak boleh menghabiskan
waktuku untuk bermain-main ataupun jalan-jalan dan memilih untuk meringankan
sedikit beban kedua orang tua. Kelulusan SMP pun kulalui dengan prestasi yang
biasa-biasa saja.
Setelah lulus SMP, dibukalah masa-masa
pendaftaran SMA, kala itu keluarga saya mendapat musibah, bapak dirawat dirumah
sakit selama beberapa hari karena gejala hepatitis. Sayapun sempat kebingungan
untuk memilih sekolah, karena tidak ada yang mengarahkan, tidak ada yang
menjadi tempat bertukar pikiran, biasanya disaat seperti ini saya selalu
berdiskusi dengan bapak, saya selalu diarahkan oleh beliau. Sebagai kompromi
atas mimpi untuk mengenyam pendidikan tinggi dan realita keterbatasan ekonomi serta
kondisi yang sedang keluarga kami hadapi, pikiran saya pun mengarah ke SMK.
Sederhana, saya hanya ingin segera berijazah SMK, sudah cukup tinggi rasanya
bagi orang desa, dan kemudian bekerja, karena saya berpikir kondisi seperti ini
rasanya tidak mungkin kalau saya bisa kuliah. Tapi,saya tetap nekat! Saya tidak
ikut tes masuk SMK tapi malah mengikuti tes masuk di SMA, saya hanya percaya,
ada Allah yang akan mengatur semuanya. Semua berkas untuk pendaftaran saya urus
sendiri, karena tidak mungkin saya merepotkan dan membebai keluarga saya yang
memang sedikit kaget dengan penyakit bapak. Dan alhamdulillah Allah
mengabulkan, saya diterima menjadi siswa SMA N 1 Boyolali, sekolah terbaik di
kabupaten ini.
Entah kenapa semenjak SMA saya sangat
tertarik pada pelajaran kimia, saya
merasa senang ketika mengerjakan soal-soal berbau unsur dan senyawa. Pada saat kelas 2 SMA, saya
dipanggil guru saya untuk mengikuti pembinaan mata pelajaran
kimia, saya beberapa kali mengikuti lomba-lomba kimia, dari mulai OSN Kimia,
LCC Kimia, Mata pelajaran Kimia dan Olimpiade
Kimia. Ada yang mengesankan, namun tidak sedikit yang terasa pahit. Saya hanya
pernah menjadi juara III OSN Kimia Tingkat Kapupaten, peringkat V LCC Kimia
se-Jateng dan DIY dan juara harapan 1 Olimpiade Kimia se-Jateng dan DIY.
Singkat cerita, Alhamdulillah masa SMA
berakhir dengan penuh kesyukuran, saya dinobatkan sebagai lulusan terbaik dari
SMA yang terbaik dikabupaten Boyolali tersebut. Dengan prestasi-prestasi yang saya
raih itu, saya memberanikan diri untuk mendaftar SNMPTN Undangan. Kala itu saya
ingin sekali memakai jas alamamater kuning, saya ingin mengenyam bangku kuliah
dikampus metropolitan tersebut, ya Universitas Indonesia (UI). Dengan
kepercayaan diri, dua pilihan dalam formulir pendaftaran SNMPTN Undangan pun terisi
dengan meyakinkan, kemudian tercantum di kartu pendaftaran bahwa pilihan
pertama Universitas Indonesia dengan prodi Farmasi, Teknik Kimia dan MIPA Kimia
dan pilihan kedua saya tulis UGM dengan prodi yang sama. Melalui jalur SNMPTN
Undangan ini saya juga mendaftar beasiswa Bidik Misi. Dengan sedikit kemantapan
hati, kala itu saya 70% yakin akan diterima.
Pengumuman SNMPTN Undangan pun tiba,
ternyata Allah berkehendak lain, saya terdepak oleh siswa-siswi lain yang
memiliki segudang prestasi yang jauh lebih tinggi daripada saya. Dari hasil
yang saya dapatkan ini, harapan saya untuk mendapatkan beasiswa Bidik Misi pun
pupus sudah. Meskipun kekecewaan itu melanda selama beberapa hari, namun
semangat itu tidak surut dan kembali membara. Saya hanya berdoa semoga Allah
menunjukkan jalan yang terbaik, jikapun mimpi kuliah di UI itu bukan yang
terbaik saya tidak ragu untuk menerima gantinya karena saya yakin pilihan-Nya
adalah yang terbaik. Bagaimanapun saya sudah mengusahakan, kehendak-Nya memang
lebih baik, insyaAllah saya ikhlas. Saya semakin percaya bahwa ridha Allah
tergantung dari ridha orang tua, hal ini karena orang tua saya sedikit
keberatan ketika saya memilih Universita Indonesia, terutama ibu saya.
Orientasi pun mulai berubah, cita-cita saya
selanjutnya adalah agar bisa diterima disekolah-sekolah ikatan dinas. Karena saya tidak ingin menambah
beban kedua orang tua saya, kala itu bapak dan ibu juga tidak yakin bisa
membiayai kuliah diperguruan tinggi pada umumnya. Pilihan saya jatuh pada STIS
dan STAN. Singkat cerita, dengan segala persiapan dalam rangka menyongsong SPMB
STIS dan STAN, saya merantau ke Yogyakarta untuk intensif belajar dan serius
mempersiapkan diri dengan bantuan sebuah lembaga bimbingan belajar. disela-sela
les tersebut saya juga
tetap belajar soal-soal SNMPTN, karena saya juga ingin mencoba peruntungan
dijalur SNMPTN Tertulis, namun fokus utama tetap STIS, Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik. Karena pikirku dengan sekolah disana, saya akan bebas biaya
pendidikan selama kuliah dan juga mendapat uang saku setiap bulannya. Terlebih
lagi pekerjaan setelah lulus sudah terjamin, benar-benar sekolah yang ideal.
Sekitar satu sampai dua bulan saya merantau dikota pelajar tersebut, hari demi
hari kuhabiskan dengan soal-soal STIS, STAN dan SNMPTN, meskipun ketiganya mempunyai
tipe soal berbeda-beda, saya tetap berusaha semampu saya, karena mimpi untuk
melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi itulah yang menjadi salah satu
motivasinya.
Pendaftaran SNMPTN Tertulis pun dibuka,
dengan semangat yang tinggi saya menuliskan Farmasi UGM dipilihan pertama dan
Pendidikan Kimia UNS dipilihan kedua. Karena berada di Yogyakarta, saya banyak
ketinggalan info-info SNMPTN dari sekolah, sayapun tak tahu kalau rekomendasi
beasiswa Bidik Misi boleh diajukan lagi setelah saya gagal di SNMPTN Undangan.
Alhasil saya tidak mengikuti Beasiswa Bidik Misi melalui jalur SNMPTN Tertulis.
Saya dan orang tua hanya berdoa, bila memang itu jalan saya, pastilah ada rizqi
yang menyertainya.
Singkat cerita, pendaftaran dan tes PMB
STIS pun sudah saya ikuti. Hari pengumuman tahap pertama pun tiba, saya
dinyatakan lolos tahap ini. Kemudian segala persiapan pun saya lakukan untuk
menempuh tahap keduanya, yaitu psikotest dan wawancara. Sambil menunggu pengumuman, sayapun
mengikuti tes USM STAN, hal ini karena orang tua saya menganggap kalo kuliah di
STAN, pasti masa depan saya akan terjamin. Namun, ternyata sekolah kedinasan
juga bukan yang terbaik bagi saya, perjuangan harus berhenti pada tahap kedua.
Hari H pengumuman SNMPTN Tertulis pun
tiba, untuk kedua kalinya saya akan login
diwebsite keramat itu, jantung saya berdebar bukan main
ketika membukanya, karena hasil ini akan menentukan nasib saya kedepannya. Rasa
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, betapa mengejutkannya ketika saya
mengetahui ternyata saya lolos SNMPTN dan diterima di Fakultas Farmasi UGM. Saya
tidak pernah tahu apa yang seharusnya saya lakukan untuk mewujudkan mimpi-mimpi
itu, semua berlangsung cukup cepat bagi saya dan hanya tuntunan-Nya yang bisa
membuat langkah saya jelas menuju harapan besar itu. Dan hasilnya, lebih dari
apa yang saya harapankan selama betahun-tahun lalu. Memang Dia tak pernah tidur
dan akan selalu menuntun hamba-Nya kapan pun dan di mana pun berada. Rasa
syukur yang tak terhingga kepada Sang Penuntun. Tanpanya saya tidak bisa
melalui hari-hari yang penuh ketegangan itu.Terima kasih
Ya Rabb untuk semua nikmatMu.... :)
Teringat sebuah nasehat dari Imam Syafi'i di novel
Negeri 5 Menara yang menuliskan : Pergilah (merantaulah) dengan penuh
keyakinan, niscaya akan engkau temui lima kegunaan, yaitu Ilmu Pengetahuan,
Adab, pendapatan, menghilangkan kesedihan, mengagungkan jiwa, dan persahabatan.
Kurang lebih satu setengah tahun yang lalu di
pelataran Graha Sabha Pramana (GSP), saya di terima sebagai mahasiswa baru
(Maba) UGM angkatan 2011. Masih jelas ingatan saya betapa polosnya masa itu. Seragam
hitam putih yang identik dengan mahasiswa baru dikenakan semua mahasiswa. Ada
kebanggaan tersendiri ketika memakai jas almamater UGM, belum dapat membayangkan
dapat berkuliah di salah satu universitas yang diperhitungkan di level
internasional seperti Universitas Gadjah Mada ini, Universitas nomor satu di
Indonesia. Dibalik warna jas almamater UGM yang aneh, ternyata tersimpan
sejarah yang tidak sembarangan. Inilah sedikit ceritanya, pada saat awal berdirinya
UGM memang masih masa-masa sulit, bahkan Indonesia masih dijajah. Kondisi rakyat
sangat memprihatinkan, bahkan sampai muncul trend pakaian yang terbuat
dari karung goni. Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya para civitas UGM pun
memilih warna jas almamater yang hampir sama dengan pakaian goni yang dipakai
oleh rakyat masa itu sebagai bentuk solidaritas dan kebersamaan. Mungkin itu
salah satu alasan mengapa UGM disebut universitas yang merakyat. Saya pun
merasa beruntung bisa berada di lingkungan pendidikan ini dengan segala
kekurangan dan kelebihannya.
Kehidupan sebagai mahasiswa dimulai dan
menjadi periode transisi dari remaja menjadi manusia yang lebih
bertanggungjawab, mungkin ini yang disebut menjadi dewasa. Kuliah jauh-jauh di
UGM tentunya tidak akan pernah saya habiskan hanya untuk belajar dikampus,
mengerjakan tugas, makan, dan tidur di kos. Kehidupan akademik merupakan
prioritas utama. Walaupun demikian, apalah artinya nilai yang tinggi bila kita
menjadikan kampus sebagai menara gading tempat mengasingkan diri dan bersemedi.
Apalagi sebagai mahasiswa yang berkuliah di kampus sosial, ruang publik dan
organisasi merupakan sarana pembelajaran penunjang yang utama. Ada banyak
kesempatan dan tempat untuk berinteraksi mencari pengalaman dan teman. Mencoba
hal-hal baru yang tentunya positif dan melakukan aktivitas di luar zona nyaman
kadang membantu saya dalam mengurangi kepenatan akan tugas dan laporan
praktikum yang menumpuk atau kerinduan jauh dari orang tua.
Kuliah di Fakultas Farmasi UGM merupakan
hal yang membanggakan bagi banyak calon mahasiswa, Fakultas Farmai tertua dan
terbaik di Indonesia. Namun tidak banyak yang tahu bahwa untuk menjadi sukses
di sana memerlukan tips dan trik tersendiri. Kuliah yang begitu padat ditambah
rata-rata lima praktikum disetiap semesternya, membuat banyak teman-teman saya
yang memilih untuk study oriented dan
tidak mengikuti organisasi maupun kelompok study dikampus. Sebagian kalangan memang
menganggap bahwa kesuksesan dilihat dari IPK yang cumlaude, tidak peduli apakah mahasiswa tersebut memiliki softskill
yang menunjang masa depan mereka atau tidak. Sebagian yang lain berpendapat
bahwa dengan memiliki pengalaman organisasi segudang, kesuksesan sudah diraih
bahkan untuk sang mahasiswa ber-IPK sedang atau rendah.
Alumni FEB UGM, Anies Baswedan Ph.D.,
seringkali mengatakan bahwa “IPK yang tinggi akan mengantarkan pada wawancara
pekerjaan, tetapi kepemimpinan seseorang lah yang akan membuka pintu pekerjaan baginya.”
Saya memulai hari, kesempatan, dan
pengalaman baru dikota Yogyakarta ini. Pengalaman yang akan sangat menantang
dimana kampus adalah tempat saya menuntut ilmu, membangun koneksi, mengukir
prestasi, dan mentransfer ilmu saya. Organisasi adalah tempat terbaik untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan diluar kegiatan akademis, menemukan
kenyamanan untuk memabngun karakter dan terus memperbaiki diri. Dengan tanggung
jawab akademis harus seimbang dengan kegiatan organisasi, selama kuliah 3
semester diFakultas Farmasi ini, saya aktif dibeberapa organisasi seperti Senat
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, Keluarga Mahasiswa Muslim
Farmasi (KMMF) UGM, CCRC (Cancer Chemoprevention Research Center) dan KMB
(Komunitas Mahasiswa Boyolali), selain itu saya juga masih aktif di Karang
Taruna dikampung saya di Boyolali. Diberbagai organisasi tersebut saya banyak
belajar hal-hal baru dan mempunyai keluarga baru.
Ternyata ada banyak sekali beasiswa yang
ditawarkan didunia pendidikan kampus ini. Beasiswa bertebaran dimana-mana, kala
itu saya mencoba mendaftar beasiswa PPA. Ketika belum sampai waktu pengumuman
beasiswa PPA, rasa syukur tidak henti-hentinya terucap kepada Sang Maha
Pengasih dan Penyayang, beberapa bulan setelah saya kuliah, saya mendapat pesan
singkat dari Dirmawa UGM, intinya ada tambahan kuota penerima beasiswa Bidi
Misi untuk UGM, dan saya adalah salah satu orang yang beruntung tersebut.
Keajaiban dan rizqi memang datang tak terduga, inilah bukti Kebesaran-Nya yang
kesekian kalinya. Saya hanya berusaha dengan apa yang saya miliki yang Allah
anugerahkan. Terus memperbaiki diri dan berusaha untuk menjadi lebih bermanfaat
untuk sesama. Semoga usia ini pun memberikan berkah karena hidup ini hanya
sementara dan kita tak pernah tahu usia ini akan diakhiri oleh-Nya. Insya
Allah...Aamiin....
Salah satu hal penting yang harus diketahui
dan dipahami banyak mahasiswa adalah pendidikan tidak berhenti ketika bel yang
menandakan habisnya waktu kuliah berbunyi atau pun ketika menerima ijazah kesarjanaan.
Tidak, Kawan! Pendidikan, sebaliknya, baru dimulai ketika kita memasuki ruang
kehidupan yang bernama realitas. Ketika kita berhadapan dengan masyarakat luas,
apalagi sebagai penerima beasiswa dari rakyat. Tanggung jawab kita sangat besar
kawan, kepercayaan rakyat begitu besar kepada kita, harapan mereka hanyalah
agar kita nantinya bisa menjadi generasi penerus bangsa yang bermoral dan
beragama. Mereka percaya kita nantinya dapat memperbaiki tongkat estafet
pemerintahan bangsa ini. Maka jangan kecewakan mereka, tuntutlah ilmu
sebayak-banyaknya, luruskanlah niat kita, jangan jadikan kuliah hanya main-main
saja. Jadilah orang yang berkompeten dibidang kita masing-masing, dimana suatu
saat kita sudah siap ketika rakyat membutuhkan kita. Ingatlah rakyat-rakyat
kecil yang bekerja keras tidak kenal lelah, sebagian penghasilan yang tentu
masih kurang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, mereka gunakan untuk membiayai
pendidikan kita. Satu lagi yang perlu, ingatlah selalu kita ini siapa, makhluk
kecil yang tak berdaya tanpa-Nya, maka janganlah kita merasa sombong. Kita
harus belajar untuk selau merasa bodoh, hal ini berarti kita tidak pernah
menganggap orang lain lebih buruk dari kita. Kita melihat bahwa setiap orang
punya bakat masing-masing, dan keunggulan pada bidang-bidang yang bervariasi.
Kita barangkali diberikan keunggulan pada satu bidang dan banyak orang yang
tidak hebat pada bidang itu, tapi di sisi lain pasti kita punya banyak
kekurangan yang orang lain hebat di dalam bidang itu. Dengan menyadari hal ini,
kita tidak akan pernah merasa sombong dan kita pun semakin bisa banyak belajar
dari orang-orang di sekeliling kita. Semoga ini menjadi renungan bagi kita
semua, terlebih bagi saya, yang masih jauh dari angan-angan tulisan saya
diatas.
Menemukan mimpi memang bukan sesuatu
yang mudah bagi mereka yang belum percaya kekuatan mimpi. Semua pasti pernah
merasa ragu untuk memimpikan sesuatu. Sekarang mulailah percaya pada kekuatan
mimpi, percayalah ada Sang Penuntun yang tak pernah tertidur, bermimpilah,
berihtiyarlah, bertawakallah dan bersyukurlah kepada-Nya J.
Inilah sedikit cerita perjalanan saya, meskipun sederhana, semoga bisa diambil
pelajaran, tulisan ini hanyalah refleksi diri saya sendiri yang masih sangat
jauh dari harapan-harapan besar itu.
I realized
that One Unforgettable Journey Of My Life Will Start From Now…
-
Ingin selalu berbagi,
meski tak banyak yang dimiliki -
-Beni Lestari-
Fakultas Farmasi
UGM
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar