Jumat Kliwon, 1993-Keramat Yang
Selalu Tercatat
Pelosok desa ini cerita, bukit seribu disebut, terhampar berliku kapur tandus,
gersang,
kering,
terjal
dan curam.
Menyengat panas tajam batu padas namun tua renta jati diam membisu,
membatu,
merapuh
gugur daun tinggalkanya. Kemarau begitu kerasan, pun pulang tak mau dengan ladang yang membentang, coklat tanah merekah menanti tapi engan datang itetesan air langit, hujan. Gunungkidul,
1993 suasana seperti inilah yang tergambar saat itu. Dalam suasana desa yang
tenang Allah SWT memberikan kesempatan saya untuk pertama kalinya menghirup
udara segar di bumi mungkin juga bersamaan dengan jutaan anak lainya di seluruh
pelosok dunia. Tersebut dalam akte kelahiran ‘JOKO SUSILO’ dan inilah saya,
memang bervariasi orang memanggil, ada yang memanggil ‘UUQ’ karena saat itu
lagi ‘nge-trend’ lagu yang penggalan liiriknya ‘…mas Joko tak UUQ..”.
Orang-orang kampung yang simple biasanya cuma memanggil “KO”, lain lagi dengan
teman-teman bermain maupun belajar yang lebih modern mereka memanggil saya
“JACK” atau “JOSU” ( JO:JOko; SU: SUsilo). Pun, mengikuti perkembangan dunia
politik banyak juga orang yang memanggil saya dengan “JOKOSU” disangkut pautkan
dengan Walikota Solo yang sekarang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta bahkan
diisukan lembaga survey bakal jadi kadidat kuat presiden 2014, Bapak JOKOWI. Ya
mungkin karena style bicara ‘medok’ ala Jogja-Solo yang menjadi kemiripannya.
Terkait nama Joko Susilo mengandung makna “Joko” lelaki tangguh dan ksatria
dalam sejarah maupun mitos orang Jawa seperti Joko Tingkir, Joko Tarub dan lain
sebagainya. Adapun “Susilo” bersinonim dengan “Susila” dengan penafsiran taat
aturan terhadap nilai dan norma yang berlaku serta bertata karma (sopan
santun). Nama ini dicetuskan oleh bibi saya bernama Marsiyem, tanpa ada
intrupsi dari anggota keluarga lainnya nama Joko Susilo pun secara musyawarh
mufakat disetujui oleh seluruh anggota keluarga
Jumat
Kliwon tanggal 16 April 1993 saya dilahirkan, hari yang dianggap kramat dan
penuh makna bagi orang Jawa kuno di samping hari Selasa Kliwon. Lahir dari
seorang ibu hebat yang bernama Suyem dan ayah yang tangguh bernama Miurjiyanto.
Ibu saya berasal dari Desa Keblak Ngeposari, yang saat ini menjadi salah satu
desa wisata di Gunungkidul dengan potensi kerajinan ukir batu alam dan wisata
karts. Sedangkan ayah saya berasal dari Desa Sogo Candirejo, area rawan
kekeringan yang banyak berdiri bak penampungan air hujan sebagi stok ketika
kemarau panjang. Tidak ada hal yang istimewa dalam kelahiran saya, terisolir
dengan perekonomian masyarakat yang rendah. Ibu pernah bercerita semasa di
dalam kandungan saya banyak bergerak, meskipun saya sendiri juga tidak ingat
akan hal itu, prossesor otak masih belum terkoneksi dengan baik dan
berkemampuan tinggi seperti Core i7 Intel saat ini. Memang berat mengandung
kurang lebih 9 bulan tapi disyukuri kelahiran saya lancer, tidak perlu ke
dokter dengan fasilitas rumah sakit yang mewah VIP namun cukup kelahiran normal
dibantu dukun/sesepuh setempat kala itu dengan fasilitas amben(Jawa : tempat tidur dari bilahan bamboo yang ditata)
beralaskan kloso rajutan mendong(Jawa : tikar dari tumbuhan
sejenis alang-alang yang dianyam). Pun, dilahirkan tahun 1993 yang masih murah
biaya hidupnya, coba jika dilahirkan di era 2013 biaya persalinan pasti mahal
dengan layanan yang berbau diskriminasi dan berbelit-belit birokrasi.
Nomaden Bak Manusia Purba
Sering tetangga
sekitar maupun keluarga bercerita, Josu kecil mulai ada keistimewaan setelah
umur 1,5 tahun dimana lebih cepat berdiri dan berkomunikasi dibandingkan balita
seumurannya. Masa balita saya memang nomaden seperti manusia purba alias hidup
berpindah-pindah. Hal ini dikarenakan kedua orang tua bekerja di pabrik mie dan
berdagang yang juragannya adalah seorang keturunan China. Beberapa kota di Jawa
Tengah dan Yogyakarta telah tersinggahi meskipun dalam tempo yang tidak terlalu
lama disetiap persinggahan. Sekitar tahun 1995 barulah keluarga saya menetap di salah satu pelosok Gunungkidul,
daerah gersang dan tandus ketika kemarau dating namun begitu tinggi semangat
rasa gotong-royong dan kerja keras masyarakatnya di tengah kesederhanaan hidup.
Tepatnya di Dusun Keblak, Ngeposari, Semanu, Gunungkidu. Disebut ‘Keblak’
karena ada mitos kata ini diambil dari dari bunyi jenis kelelawar raksasa
jelmaan jin deng suara “..keblak,kebluk, keblak,kebluk” yang muncul sehabis Surup(Jawa : Magrib). Dari kata inilah desa ini kemudian terkenal dengan nama
Dusun Keblak. Dusun ini sempat berpindah 2 kali karena di tahun 80-an terjadi
kebakaran besar yang menghanguskan perkampungan penduduk dan akhirnya berpindah
4 km arah utara dari lokasi awal. Terlepas dari Mitos Kelelawar Pakebluk yang jelas
secara sejarah dan telah menjadi saksi bisu bahwa jalan di kampung ini adalah
bekas rute gerilya Jendral Sudirman dikala perang kemerdekaan melawan agresi
militer Belanda jadi nuansa sejarah nasionalisme cukup kental dan dibeberapa
persimpangan jalan pun masih bisa ditemui petunjuk arah bertuliskan ‘rute
gerilya Jendral Sudirman’ sebagai pengingkat akan jasa-jasa dan perjuangan
beliau dalam mempertahankan NKRI.
*****
Diumur 4 tahun saya mulai aktif,
setiap pulang kerja dari Jogja di pabrik mie dan roti ayah selalu membawakan
mainan sederhana namun cukup untuk hal edukasi anak usia dini, mulai dari karu
bergambar hingga susunan huruf alphabet sehingga ada dampak positifnya,
meskipun masih kecil saya cukup mahir dalam mengeja dan menghafal huruf alphabet
maupun angka. Tahun 1998 seharunsnya saya sudah msauk janjang Taman Kanak-Kanak
(TK) tetapi orang tua menundanya dengan alas an fisik saya saat itu masih kecil
dibandingkan anak seumuran lainnya. Selang setahun berikutnya ibarulah saya
masuk TK Abadi Mojo, sekolah tepi sawah berjarak 1,5 km dari kampong saya.
Bulan pertama masuk Ibu masih mengatarkan ke sekolah, barulah bulan kediua dan
seterusnya berangkat sendiri.. Sempat berkecil hati memang, anak-anak lain
diantar jemput oleh kedua orang tuanya, tapi hal tersebut tidak berlaku untuk
saya. Tapi memang bukan tanpa alas an Ibu tidak antar jemput kala itu karena
ebliau juga harus berjualan ke pasar tradisional untuk menjajakan sayuran,
tempe kedelai maupun makanan olahan lainnya. Kelas TK ada 25 anak dengan guru
pengampu bernama Ibu Sukinah dan Ibu Ir. Saat itu saya cukup bandel alisas suka
‘kontekan’(memukul-mukul meja ala pemain perkusi sambil bernyanyi tidak jelas
tanpa cord)., sampai-sampai di raport bertulis merah soal perilaku saya
tersebut “..anknak suka main dan pukul meja’. Meskipun cukup bandel saya
termasuk siswa yang berani maju ke depan untuk berpendapat dan terkenal jika
daa tugs-tigas mengambar mapun mewarnai karena goresannya lebih baik disbanding
anak-anak lainnya. Kegiatan belajar di TK mulai jam 07.030-10.00 WIB. Jarak
rumah tidak terlalu jauh untuk jalan kaki menuju TK namun kendala tersulit
adalah ketika musim penghujan datang, maklum rute utama yang dilewati adalah
persawahan dan kalenan(Jawa : aliran
sungai kecil) sehingga harus berbecek ria dihamparan lumpur dan mengantungkan
sepatu di leher dengan beratap daun pisang atau daun lumbu sebagai paying jika
hujan lebat. Anak-anak dari dusun saya terkenal juga paling kotor jika
berangkat sekolah dimusim penghujan, baju putih bisa terbatik warna alami
cokelat lumpur. Tidak selalu sengsara, musim penghujan ada enaknya juga bagi
anak-anak TK Abadi Mojo karena jalan yang dilewati terhampar luas kebun
semangka, jambu mente(monyet) dab beberapa pohon papaya serta pisang. Alhasil
ketika masa panen tiba menjadi kegembiraan tersendiri jika pulang sekolah
mencicipi gratis buah hasil panen para petani. Biasanya mereka menawari untuk
mengambil 1-3 buah, khusus untuk buah jambu mente tidak perlu menunggu ketemu
petani karena boleh memetik semaunya asal biji jambunya dikumpulkan dibawah
pohon biar mereka mudah mengumpulkan untuk dijual. Jika cuaca redup dan tidak
panas mencari jangkrik dibekas tanah merekah hasil jebolan pohon ketela juga menjadi aktivitas unik bagi anak-anak
dengan membawa bekas cangkak bekicot sebagai wadahnya dengan penyumbat daun
ketela. Ada lima anak yang seangkatan dengan saya dari Dusun Keblak kala itu
yaitu Andika, Syafa’atun, Heri, Edi dan Pujiyati, bersama anak-anak inilah
hari-hari mbolang ala anak TK saya
jalani selama 1 tahun.
Selang 1 tahun, jenjang Sekolah
Dasar(SD) pun dimulai, SD Ngeposari II menjadi pilihan selanjutnyay, SD yang
berarsitek bentuk huruf L ini terletak berseberangan dengan TK Abadi Mojo dan
berada di jalan utama Desa Wisata Mojo. Pemandangan khas pegunungan karts
terlihat jelas dari lokasi ini karena memang posisi baguna sekolah yang berada
di lereng bukit. Pohon Randu yang berumur ratusan tahun pun berdir kokoh
diseberang jalan seperti menjadi benteng alam bagi sekolah tersebut. Masih teringkat jelas ayunan pengaris kayu
Ibu Etik, guru Bahasa Indonesia pertama yang mengenalkan sebaris kata “..Ini
Budi, ini bapak Budi…” dengan coretan khas kapur diatas papan tulis hitam
berbahan pohon jati. Teringat juga akan uang saku Rp 500;- dan Rp 300;-, jika
jadwal pramuka dan olahraga uang saku Rp 500;- untuk membeli 1 porsi nasi
dengan segelas kecil es teh, hari lainya cukup Rp 300,- cukup membeli 2 tusuk
siomay dan permen. Mulai kelas 3 saya terpilih menjadi ketua kelas sampe kelas
6 dan ketua kontingen jika ada lomba maupun cara bagi siswa-siswa SDN II
Ngeposari. Meskipun fisik terbilang kecil dibandingkan anak-anak lainya tetapi
saya bisa dibilang paling kendhel(Jawa
: berani) dan selalu menepati urutan 1 atau 2 jika olahraga lari 5 km keliling
desa ataupun naik turun area gunung. Tanpa kesulitan yang berarti 6 tahun sudah
masa SD saya lewati, Alhamdulillah juga memecahkan rekor sebagai juara 1 kelas
1-6 SD secara berturut-turut yang mengatarkan saya masuk 10 profil siswa
berprestasi Majalah Titian Prestasi masa itu. Dari hal inilah kemudian kepala
sekolah Bapak Hartadi, Amd menyebut dan
menyindir saya dengan nama ‘Si Cabe Rawit’ biar kecil jika bersuara paling
keras dan peringkat kelas stabil. Terlepas dari hal tersebut SD ini telah
memberikan pelajaran kebersamaan dan gotong royong bagi siswa-siswanya, setiap
Jumat diwajibkan kerja bakti, paling ramai kalau dapat tugas membawa serpihan
dan bongkah batu putih limbah industri kerajinan batu di dekat sekolah sebagai uruk (Jawa : menutupi) sudut-sudut
sekolah yang tidak merata karena memang berlokasi di lereng bukit. Membawa sapu
lidi dan maju serentak seperti prajurit untuk menyapu halaman sekolah yang luas
tertutup daun cemara kering. Dan yang ditunggu setelah lelah naik pohon jambu
biji samping sekolah sambil menunggu ketela bakar matang dikobaran api daun
pohon jati, ketela ini adalahhasil meminta dari petani yang ladangnya
bersampingan dengan SD.
*******
…..Kampus Biru, SMPN 1 Semanu
Pengumuman
kelulusan SD dilaksanakan, orang tua siswa mendapat undangan untuk menghadiri
acara pelepasan. Hasil membanggakan masih bias dipertahankan juara 1 kelas
meskipun harus puas diperingkat 2 untuk hasil Ujian Nasional(UN). Pasca
kelulusan, ada 2 pilihan saat itu yaitu melanjutkan ke SMPN 1 Semanu 1 atau
MTSN Semanu. Bimbang karena SMPN 1 adalah sekolah favorit dan unggulan di
daerah tersebut yang memiliki banyak prestasi dan lulusan mayoritas diterima di
SMA/SMK ternama di Gunungkidul, dilain sisi jika MTSn Semanu adalah SMP
unggulan juga yang berbasis agama Islam. Setelah melalui pertimbangan yang
matang akhirnya SMPN 1 Semanu menjadi pilihan saya untuk menimba ilmu. Hari
pertama pendaftaran setiap sudut sekolah sudah dipenuhi berbagai warna seragam anak
SD yang sebelumnya belum pernah saya lihat, hilir mudik orang tua mengantar
putra-outrinya sambil membawa stopmap berkas pendaftaran. Berbeda dengan saya
yang hanya diantar suami kakak saya sampai terminal bus Munggi dan harus jalan
kaki sekitar 700 m menuju sekolah tersebut dengan pengalaman pahit dihadang
anjing garang yang mengongong keras tidak ketulungan tapi untung tali pengikat
tidak lepas dan mengejar. Dengan sedikit canggung dengan lingkungan baru berkas
pendaftaran hari itu juga saya selesaikan, dibantu panitia dari OSIS yang
teringkat sangat ramah dan cekatan membantu penyelesaian berkas saya.
Teman-teman SMP tidak jauh berbeda dengan SD, hampir 75% lulusan SDN II
Ngeposari melanjutkan ke SMPN 1 Semanu juga bahkan 8 anak diantaranya berada 1 kelas
yang sama dengan saya. Atmosfer kompetisinya saja yang lebih menantang karena
penghuninya dari berbagai SD yang ada di seluruh Kecamatan Semanu, dengan 2
underdog yang disegani SDN III Semanu dan SDN I Semanu. Sambil menunggu hasil
pengumuman dan masih masa liburan saya gunakan untuk membantu panen kakek aneka
hasil pertanian seperti labu, jagung, kacang tanah dan jambu monyet
Minggu pertama masuk sekolah dengan
kegiatan klasik yaitu Masa Orientasi Siswa(MOS) dan pengenalan secara detail
tetang SMPN 1 Semanu sekitar 1 minggu. Kelas pararel terdiri dari kelas A-D
dengan jumlah total siswa ada 32 siswa per kelas, keluarga baru ditahun 2006
Kampus Biru SMPN 1 Semanu. Wajah-wajah baru dan lingkungan baru pun menyambut
untuk 3 tahun ke depan. Dan inilah kali pertama saya mendengar apa itu kata
‘OSIS’ meskipun masa SD sudah menjadi penguru kelas tetapi origanisasi ini
terdengar baru di telinga saya. Mengawali karier terpilih menjadi anggota
sekbid VII ( Olahraga dan Kesenian) menjadi momentum bersejarah yang
selanjutnya mempertemukan saya dengan sosok-sosok inspiratif dan banyak
berpengaruh dalam hidup. Diantaranya Januar Adam (Mipa UAD 2012) anak kulit
sawo matang yang multi bakat bidang pramuka, music, PBB dan kesenian
tradisional dan Ahmad Hasyim (Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung 2012) ustad
muda yang berbakat soal agama dan akademik. Kolaborasi dengan 2 anak ini
membawa kami 2 tahun berturut memegang pucuik organisasi OSIS dengan sebutan
Tiga Serangkai ( ocehan anak-anak SMPN 1 Semanu melihat aksi dan kinerja kami).
Cerita hidup yang juga mempertemukan saya dengan sosok guru sekaligus Pembina
OSIS, Bapak Norman Susanto, lelaki sederhana namun kepedulian dan
pengambdiannya luar biasa. Lebih dari seorang guru yang hanya mengajar di kelas
namun juga bias disebut bapaknya siswa-siswa SMPN 1 Semanu, mengayomi, berbagi
dan membimbing tetang softskill dan lifeskill dengan dedikasi yang tinggi.
Tidak terbayang rumah beliau berada di daerah Godean Sleman, setiap hari
menempuh jarak kurang lebih 170 km (PP) menuju sekolah berangkat pukul 04.00
WIB pagi dan pulang rata-rata pukul 17.00 WIB menembus sirkuit perbukitan
Gunungkidul yang butuh konsentrasi lebih jika berkendara. Jam normal guru
memang pukul 12.00-13.00 WIB sudah selesai, namun beliau dengan iklas mencurahkan
waktunya untuk program-program pengembangan siswa aspek non akademik.
Memberikan inspirasi bagi saya akan arti sebuah pengabdian, dedikasi dan etos
kerja yang tinggi terhadap pendidikan. Tidak dipungkiri beliau berkontribusi
besar mengantarkan memperoleh kejuaraan dii berbagi lomba dan mewarnai
pembentukan karakter pribadi saya, menganggap beliau sebagai orang tua ke-3
setelah bapak dan ibu di rumah.
Aktivitas keseharian masa SMP jauh
lebih padat dibandingkan masa SD, untiuk menuju sekolah berjarak 4 km saya
tempuh dengan jalan kaki rame-rame dan sesekali naik angkot berongkos Rp 1.000
(tahun 2006-2009) jika terpaksa harus
berangkat lebih pagi ataupun ada ujian. Normalnya kegiatan belajar sampai pukul
12.30 WIB tetapi berhubung sebagai pengurus OSIS dan aktif di ekstra lukis
maupun tenis meja kepulangan rata-rata pukul 16.00 WIB dengan resiko siap jalan
kaki karena angkutan paling sore pukul 15.30 WIB. Kebanggaan tersendiri adalah
sikap fair play dalam berkompetisi belajar siswa-siswanya. Kebijakan unik sekolah
yang mengutamakan bahwa pengurus inti OSIS dari ketua, bendahara dan sekretaris
maupu ketua seksi di isi oleh para juara kelas dari masing-masing kelas. Bukan
mermaksud diskriminasi namun sebagai upaya bahwa siswa harus memiliki
hardskill, softskill dan lifeskill yang seimbang. Secara strategi bahwa OSIS
harus mampu mengerakkan teman-temannya dan sebagai teladan dalam aspek akademik
maupun non akademik. Menjabat 2 tahun berturut-turut sebagai ketua I OSIS,
system ini telah memberikan banyak ilmu maupun ketrampilan bagi saya. Momentum
terkenang disaat bulan mendekati UN , ketika anak-anak dari gologan ekonomi
mampu mulai sibuk memilih bimbingan belajar luar sekolah, bertolak nasib bagi
siswa-siswa yang mayoritas dari kalangan ekonomi bawah yang akhirnya
mengerakkan ide kami untuk membuat program ‘Tutor Sebaya & Belajar Akbar’.
Program dimana para juara kelas A-E yang kebetulan juga pengurus OSIS
dikiumpulkan sebagai tutor sebaya bagi rekan-rekannya diluar jadwal les wajib
dari sekolah yang sudah ada. Diikuti 160 siswa yang terbagi 5 ruang kelas,
wujud bahwa belajar itu bisa dari siapa saja, kecerdasaan adalah milik bersama
dan keterbatasan ekonomi bukan alasan berkecil hati.
*******
Merasa
tak cukup hanya sekedar torehan nilai akademik, saya pun mulai aktif mengikuti
kegiatan ekstra kurikuler, di tahun 2006 awal masuk aktif dalam ekstra seni
lukis yang mengantarkan sebagai juara I pada Lomba MTQ bidang kaligrafi dan
menjadi delegasi SMPN 1 Semanu maupun Kabupaten Gunungkidul dibeberapa event
lomba lukis meskipun prestasi maksimal hanya grangfinalis dan selalu gagal
masuk 3 besar terbaik. Ekstra ini saya ikuti sampai awal 2009 dan off mendekati
UN. Dalam bidang olahraga selama tahun 2006-2009 mengikuti ekstra bidang tenis
meja, sepak bola dan bola voly, merasakan sebagai pemain inti pun pernah juga
hanya sebatas pemain cadangan yang hanya bias melihat dari tepi lapangan. Tenis
meja dan voly hanya aktif masing selama 9 bulan karena terbentur jadwal dan
juga prospek lomba yang belum optimal dari kedua bidang ini kala itu. Tahun
2007 dari ekstrakurikuler bidang sastra saya mecoba majalah dinding(mading) dan
pidato yang Alhamdulillah bisa menorehkan prestasi juara I Pidato Bahasa
Indonesia dan 5 besar lomba mading SMP se-Gunungkidul. Dan mungkin pengabdian
terakhir sekaligus puncak kenangan bagi kampus biru ini adalah dibidang pramuka
dengan memberikan 3 piala maupun piagam dalam waktu 3 bulan berturut untuk
bidang Cerdas Cermat Pramuka se-Gunungkidul dan Kemah Penggalang Kwartir Semanu
dengan juara 1 dan 2.
*********
…… Roda pun
terus berputar tak terasa UN SMP tinggal menunggu detik-detik pengumuman. Duduk
dengan rapid an kursi berjejer orang tua/wali siswa dikumpulkan di Ruang
Kesenian, ruang sederhana namun berjejer karya siswa yang pada masanya kami
gunakan untuk rapat OSIS ataupun melepas keringat sebentar setelah berkativitas,
ruang yang penuh kenangan ide, canda dan tawa atau bahkan ada goresan air liur
karena jika ada event sekolah untuk menginap para siswa yang menjadi panitia.
Tepat disebelah selatan berdiri kokoh mushola yang hijau dan teduh dengan
taman, taman yang selalu kami bawakan pupuk dari kotoran kambing, sapi maupun
ayam setiap 3 bulan sekali. Masih di area mushola, di bawah bak tampungan air
wudhu, saya dan 10 anak lainnya yang kebetulan juga pengurus inti OSIS yaitu
Erna Purwaningsih ( Teknologi Pertanian UGM 2012), Imas Arista ( Fak.Teknik UGM
2012), Destiana Hermawati (Fak.Pendidikan UNY 2012), Intan Sari (Fak.Pendidikan
Sanata Dharma 2012), Januar Adam ( MIPA UAD 2012), Ahmad Hasyim(Sekolah Tinggi
Pariwisata Bandung 2012), Ali Usman (PT.Yamaha Cikarang), Ilham Ruswanto(Distributor
Pocari Sweet Cikarang) , Heru Ruswanto, Fredi Setiyawan (PT Astra). Terasa
hening dengan detak jantung yang terasa
berbeda dengan biasanya. Ya, kami memang punya nazar/janji jika lulus sesuai target
masing-masing akan membersihkan dan kerja bakti masal mushola sekolah untuk
yang terakhir kalinya. Mushola yang penuh cerita tersendiri disaat dhuha dan
ashar ketika kita singgah dalam aktivitas bersama. Masih terdengar suara-suara
sambutan panitia dan pesan sekolah, kami masih sabar dan semakin berdebar
menunggu hasil. Sesekali untuk mencairkan suasana saling berbicara soal
cita-cita masa depan, soal pilihan SMA/SMK, kuliah atau yang bercita-cita kerja
untuk membahagiakan orang tua tepat di bawah menara air mushola ala-ala
novelnya Negeri 5 Menara cuma beda jumlah orang dan bukan di area pesantren.
..Ssttt perbincangan terhenti ketika Bapak Bambang terlihat dari jendela
mushola mulai naik panggung, ya kami tidak boleh masuk Ruangan Kesenian hanya
melihat dari jauh yaitu mushola. Suasana dratis suhu kadang serasa -10 C, beku,
tenang, sunyi senyap menyatu. Pembacaan 10 besar dimulai, ..dan Maha Besar
Allah SWT dari 10 anak yang menunggu sejak awal tadi 5 orang masuk 10 besar,
masih tersisa saya dan Erna Purwaningsih untuk harapan berada diposisi juara
1-3, di luar dugaan Erna yang diprediksi juara 1 ternyata berada di peringkat 3
dengan nilai 36, 25. Akhirnya tersebut nama Joko Susilo peringkat 2 dengan
nilai 36,50 dan diluar dugaan nama Meida Mangesti (Fak.Teknik UNY 2012)
mengukir namanya dengan nilai tertinggi 37,00. Rasa haru dan bahagia
menyelimuti wajah kami, perjuangan panjang selama 3 tahun akhirnya usai, dan
MoU perjanjian diantara kami pun telah menuai hasil, janji untuk bersaing
peringkat UN secara fair play dan jujur dengan dilandasi semangat persabatan.
Dan inilah kami memaknai keadilan Tuhan yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar,
Sahabat10 yang 3 tahun menjadi rival akademik sekaligus partner terbaik adalah
organisasi penuh kebersamaan OSIS SpiOne. Merefleksi diri sosok siswa yang mencoba
berkarya dalam pendidikannya tetapi juga mengabdi untuk kemajuan sekolahnya.
Sebagai
penutup kisah penuh makna dan perjuangan serta menepati nazar kami pun
rame-rame ‘membedah’ mushola sekolah. Ada yang menguras bak mandi, ‘memandikan’
diding-dinding mushola yang kusam, mencuci tikar maupun mukena. Tepat pukul
15.30 langkah kami pun menjauh meninggalkan mushola SMPN 1 Semanu dengan tiang
didepannya berkibar merah putih sore itu dengan berkarisma dan satu baris
banner bertuliskan ‘Welcome to SMPN 1 Semanu” kalimat yang menyambut 3 tahun
silam (2006) yang telah berubah makna “See You” (2009) dalam hati
masing-masing.
**********
Kehidupan di rumah tidak kalah sibuk, beranjak masa SMP
job rumah mulai diberikan. Sebagai anak seorang petani menjadi konsumsi setiap
hari ke sawah, semakin padat ketika musim bercocok tanam datang. sawah tadah
hujan keluarga memang Cuma 2 petak namun sudah puluhan tahun menjadi sumber
penghasilan, dimana masa sewa diperpanjang setiap 2 tahun sekali. Biasanya saya
membawa hasil panen dengan sepeda, jika terlalu banyak alternatif menyewa mobil
pick up warga. selain itu juga bertanggung jawab menjaga warug kecil di rumah usai pulang sekolah. adapun
legiatan berorganisasi di masyarakat yaotu karang taruna dan grup rebana. Tahun
2010 sebagai anggota Karang Taruna Dusun Keblak dan masa jabatan 2012/2015
sebagai koordinator II bidang kerjasama dan kemasyarakatan. Dua saudara
perempuan saya bernama Endarwati dan Nanik sudah berkeluarga sehingga tugas
kebersihan rumah dan kegiatan lainnya menjadi tanggun jawab saya.
***********
Perang
Batin di Antara 2 Pilihan
Tahun 2009, secara resmi saya meninggalkan SMP N 1 Semanu.
Masa transisi menuju SMA menjadi perang batin tersendiri bagi saya. Dalam benak
bimbang antara memilih melanjutkan ke SMA atau SMK. Dari awal telah menjadi
cita-cita untuk masuk SMA dan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi UGM atau
ITB, 2 universitas yang tertulis dibuku target saya kelas VII SMP silam. Di
lain sisi saya pun sebagai anak terakhir mempunyai tanggung jawab yang besar
terhadap keluarga, alternatif masuk SMK dan lekas bekerja mengisi main fram
otak. Meskipun akhornya SMKN 2 Wonosari menjadi pilihan terakhir dan menghapus
planning awal untuk melanjutkan ke SMA N 1 Wonosari. 6 bulan pertama serasa tidak betah di SMK,
jiwa analisis dan pikiran selalu membayangi tetang dunia SMAN 1 Wonosari yang
menjadi impian awal, bertemu kembali rekan-rekan seperjuangan masa SMP. Hingga
kegalaun itu mulai saya minimalisir sejak terpilih menjadi ketua II OSIS
2009/2010, jabatan yang tidak ringan bagi saya siswa kelas I yang masih galau
karena jabatan ini biasanya di isi siswa kelas II. Ya.. berorganisasi dan
partisipasi dalam berbagai event menjadi obat alternatif untuk menghapus
bayang-bayang SMA. Mulai mengubah pola pikir dan memadukan tekad untuk memegang
ketrampilan anak SMK namun analisis harus sekelas anak SMA. Di mana bumi
dipijak disitu langit dijujung, sudah terlajur masuk SMK dan mau tidak mau saya
harus berjuang didalamnya, meskipun diam-diam saya masih membaca buku-buku anak
SMA. Beradaptasi, alhamdulillah , masih bisa meneruskan peringkat kelas,
menjuarai berbagai lomba tingkat sekolah, kabupaten sampai nasional. Delegasi
termuda juara I kabupaten, II Provinsi dan IV nasional bidang lomba
Kewirausahaan, Kepemimpinan dan Bela Negara 2009, 2010 dan 2011. Juara I lomba
Pidato Bahasa Indonesia 2011, delegasi Gunungkidul beasiswa/bantuan penelitian
ilmiah Sagasitas Dikpora DIY dengan produk “ Beras Sintetis, Bahan Pangan
Alternatif Berbasis Kearifan Lokal (Ketela-Jagung) 2011. Dari organisasi juara
II Lomba Saka Bhayangkara DIY 2010
delegasi Polres Gunungkidul dan puncaknya sebagai delegasi DIY dalam Parlemen
Remaja Siswa SLTA se-Indonesia DPR RI 2011. Sebagai penutup mengibarkan bendera
merah putih di negeri gajah putih Thailand sebagai delegasi DIY pertukaran
pelajar SMK Indonesia-Thailand bersama 50 siswa terpilih lainnya dari DIY, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Menjalin
relasi dan meningkatkan life skill saya bergabung dengan Vertical Rescue ( SAR
Darat Gunungkidul), Saka Bhayangkara Polres Gunungkidul ( ketua umum
2010-2012), Saka Wirakartika Kodim TNI AD Gunungkidul (2009-2010), Bengkel
Sastra Gunungkidul-Balai Bahasa Yogyakarta ( 2010-sekarang) dan Hoshizora
(Komunitas Bahasa Jepang SMAN 1 Wonosari).
Orang
“Bejo” Itu Lebih Beruntung
Bukan
orang ‘bejo’, kalimat yang bergema bulan Juni 2012. Bulan Januari-Februari, 2
bulan yang penuh bimbingan belajar dan dibuka pula berbagai beasiswa dalam
maupun luar negeri. Ruang BK dan adminitrasi lebih ramai dibandingkan hari-hari
biasa. Masih hangat-hangatnya juga info soal SNMPTN jalu undangan(2012),
bersama 2 anak lainya Neny Dewi (Tek.Sipil D3 UGM 2013) dan Basuki (S1
Pend.Sejarah UNY 2012) kami mendapat amanah sebagai koordinator siswa sekaligus
mengentri nilai siswa program bidikmisi dan SNMPTN undangan. Dan saatnya pun
tiba dimana penguman datang ternyata dilist pengumuman tidak tersebut namaku,
memang terlalu tinggi pilihan saya, S1
Ilmu Komputer UGM dan HI UGM.. terlanjur cinta UGM jalur ujian tulis pun saya
coba kembali namun sekali lagi HI UGM tidak tertembus. Pukulan berat bagi saya
dalam sejarah prestasi pendidikan. Beasiswa luar pun saya coba tercatat ada
beasiswa Mongubangakuso Jepang, Ancora Malaysia, BII Mybank Malaysia-Singapura
dan semuanya selalu gagal di tahap II. Karena masih mempertahankan idealisme
diri untuk masuk UGM maka keputusan untuk mencoba lagi di tahun 2013 menjadi
pilihan, tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan saya pun mencari event yang
bisa saya ikut. Dari Dinas Pariwisata DIY tersebar info Pemilihan Dimas Diajeng
Jogja ( Duta Daerah-Kepariwisataan dan Kebudayaan DIY), seleksi kabupaten
berhasil saya capai dengan mendapat juara II dan mewakili seleksi DIY. Hari
pertama sempat down karena rival yang saya hadapi mayoritas mahasiswa UGM, UNY,
Sanata Dharma dan UMY bahkan beberapa adalah manager di perusahaan serta guru
kesenian sedangkan saya hanya lulusan SMK yang paling muda diantara mereka
dengan umur 19 tahun. Ternyata Tuhan itu adil, kegagalan menembus SNMPTN
dibayar dengan menjadi Grandfinalis Dimas Diajeng Jogja, hasil yang tidak saya
duga sebelumnya. Dari sinilah saya mendapat amanah menjadi Duta Pariwisata dan
Kebudayaan DIY 2012-2014. Mengikuti selanjutnya mendapat tawaran untuk ikut
pengembangan Wirawisata Goa Pindul dan tour travel Joyo Travelindo, setahun
masa isolasi menunggu SBMPTN 2013 pun saya isi dengan aktivitas padat Dimas
Diajeng, Wirawisata Goa Pindul dan Joyo Travelindo. Mendapatkan pengalaman
hidup ketika berjuang bersama masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Bejiharjo,
Goa Pindul , memeras keringat bersama, susah senang canda tawa dan sekarang
bisa tersenyum bersama 250 masyarakat yang mengantungkan hidupnya dari wisata
ini serta berhasil menbuat program MoU dengan Bank BCA dalam CSR pengembangan,
pembinaan dan permodalan Wirawisata Goa Pindul. Membagi waktu dengan kerja dan
sore hari mengikuti bimbingan belajar dengan membayarnya dari gaji UMR yang
saya terima.
Life is Never Flat, Man Jadda Wa jada
2013,
setahun berjuang belajar mandiri dan mengisolasi diri, akhirnya membuahkan
hasil dan impian saya yang tercatat 2006 silam sudah tercapai, kuliah di kampus
terbaik Indonesia yaitu Universitas Gadjah Mada prodi Manajemen Kebijakan
Publik Fisipol.
Bukan
sebuah akhir dari catatan, selama nafas masih berhempus, jatung masih berdetak.
Selama pena ini masih mengalirkan tintan kehidupan rangkaian kata selanjutnya
akan menyambung menyusun narasi kehidupan penuh ragam hingga akhir masanya tiba
kembali ke jalan-Nya. Man jadda wa jada/
Di ladang, tegak alang mulai lesu membungkuk sendu, daya tak punyiap suduta berdiri diterjang tiup angin selatan. Penggap terasa, sesak dada, pucat mata dan debu berlarian mengejek hadirku